Pada jaman dahulu kala, ada dua ekor katak. Pada suatu
pagi, mereka sedang melompat ke atas dan ke bawah di atas lantai penyimpanan
susu yang berkilau dan tergosok di sebuah peternakan.
Istri peternak tersebut melihat kedua katak ini, dan dia
mengambil sebuah pegangan sapu yang besar untuk mengusir mereka keluar dari penyimpanan
susu mereka. “Saya tidak akan membiarkan amphibi kotor melompat ke atas dan ke
bawah di atas lantai saya yang berkilau,” dia mencaci-maki.
Dalam kepanikannya, katak tersebut mencari suatu tempat persembunyian,
yang tidak terjangkau oleh sapu yang menakutkan dan istri peternak yang marah.
“Cepat, sebelah
sini,” kata salah satu katak kepada yang lain. “Saya bisa melihat tempat
bersembunyi di mana sapu tidak akan pernah menjangkau kita.”
Jadi mereka melompat ke sebuah sudut dari penyimpanan
susu tersebut, secepat kaki katak membawa mereka.
“Sekarang lompat,
setinggi yang kamu bisa,” kata si katak pertama kepada yang kedua.
Jadi mereka melompat. Tinggi, dan lebih tinggi, dan
paling tinggi. Mereka melompat lebih tinggi daripada yang telah mereka dapat
lompat sebelumnya. Mereka melompat tepat di atas tembok abu-abu dan besar dari
temapat bersembunyi tersebut.
“Plop!” mereka
mendarat. Hanya untuk menemukan dirinya berada dalam sebuah ember krim segar,
yang baru dihasilkan dari ember perahan susu.
“Celaka,” kata
katak yang kedua kepada yang pertama. “Ya udahlah! Habislah kita! Tidak ada
kesempatan untuk keluar dari sini.”
“Terus mengayuh,”
kata katak yang pertama, “Pasti ada sebuah jalan keluar. Kita akan memikirkan
sesuatu.”
“Tetapi saya
begitu lelah setelah semua lompatan naik turun di lantai penyimpanan susu,”
keluh si katak yang kedua. “Dan saya kehabisan tenaga sepenuhnya, membuat
lompatan hebat itu, yang mendaratkan saya di dalam ember ini. Saya tidak
mempunyai tenaga lagi untuk mengayuh berkeliling di dalam sebuah ember krim.
Tidak ada gunanya.” Ia berkuak-kuak. “Ini terlalu tebal untuk berenang, telalu
tipis untuk berjalan di atasnya, dan terlalu licin untuk merangkak keluar. Kita
telah melakukannya. Kita tidak akan keluar dari sini hidup-hidup.”
Dan dengan itu, ia menyerah, tenggelam ke dasar ember dan
mati.
Tetapi temannya terus mengayuh. Ia mengayuh melewati
malam yang panjang, sunyi, dan membosankan. Ia sering merasa seperti putus asa,
dan ingin menyusul temannya yang berada di dasar embar. Tetapi sesuatu
membuatnya terus mengayuh.
Akhirnya, matahari terbit lagi, dan sorotan pertama dari
cahaya datang menyinari penyimpanan susu tersebut.
Si katak yang tidak menyerah melihat ke bawah krim
tersebut, tangis kelelahan berlinang di matanya yang kecil.
Dan ia takjub, ia menemukan bahwa ia sedang berdiri di
atas puncak dari mentega, yang telah ia sendiri taklukkan semua.
Sumber tidak diketahui
No comments:
Post a Comment