Monday, December 24, 2012

DUA PERTANYAAN



Dahulu kala ada seorang raja yang terlalu membebani rakyatnya dengan tugas-tugas kenegaraan.  Suatu hari ia bertanya kepada isterinya, ”Jika saya mengetahui persoalan mana yang terpenting, maka saya dapat menggunakan waktu saya lebih efektif dan menjadi raja yang lebih baik.”
Kemudian, sang ratu mengusulkan agar ia berkonsultasi dengan salah satu orang bijak yang ada di kerajaannya.  Satu per satu sang raja memanggil orang bijak itu : sarjana, pendeta, politikus, dan penasihat.  Setiap orang bijak itu mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai persoalan yang terpenting.
Akhirnya, dengan hampir putus asa mencari nasihat yang dapat menolongnya, sang raja memutuskan untuk mengunjungi pertapa suci yang tinggal di sebuah bukit.  Saat ia menuju ke tempat tinggal sang pertapa, ia melihat pertapa itu sedang mencangkul kebunnya. Pertapa itu tiba-tiba menghentikan kegiatannya lalu mendengarkan dengan penuh perhatian pada sang raja yang sedang meminta nasihat itu. “Saya punya dua petanyaan,” jelas sang raja. “Pada siapa saya harus menghabiskan waktu dan memfokuskan perhatian saya?”  dan ”masalah apa yang terpenting dan yang seharusnya ditangani pertama kali?”

Pertapa itu mendengarkan dengan seksama, dan kemudian melanjutkan kegiatan mencangkulnya.
Sang raja menyadari bahwa pertapa itu sedang bekerja dan lelah.  “Sini,” kata sang raja, ”Saya tahu anda lelah. Berikan cangkul itu dan saya akan mencangkulkannya untuk anda.” Sang pertapa berterima kasih padanya dan memberikan cangkul itu.
Sang raja mencangkul kebun si pertapa itu selama dua jam, sebelum menanyakan dua pertanyaan itu sekali lagi, tetapi sang pertapa itu tetap tidak memberikan jawaban.  Dan bukannya menjawab pertanyaannya, dia malahan mengambil cangkulnya kembali sambil berkata, ”Sekarang kamu istirahat dan saya yang akan mencangkulnya.”
Tetapi raja itu menolak dan dia tetap mencangkul sampai matahari terbenam. Ketika akhirnya dia meletakkan cangkul itu, ia berkata pada pertapa itu, ”Saya datang untuk menanyakan dua pertanyaan.  Karena anda tidak bisa atau tidak akan menjawabnya, maka saya akan pulang sekarang.”
Sang pertapa menjawab, ”Lihat, seseorang sedang berlari kemari.  Mari kita lihat siapa itu.”
Sang raja berbalik dan melihat laki-laki berjenggot yang sedang berlari ke arah mereka, ia sedang memegang luka yang ada di perutnya.  Saat ia sampai ke sana, ia jatuh ke tanah dan merintih.
Pertapa dan raja itu segera membersihkan dan membalut lukannya sebaik yang mereka bisa, dan sang raja membalut lukanya dengan saputangannya dan kain bersih si pertapa.  Setelah beberapa saat, darah sudah berhenti keluar dari lukanya dan laki-laki itu meminta segelas air.  Sang pertapa memberi ia minum dan bersama-sama dengan raja membawa laki-laki itu ke gubuk sang pertapa dan membaringkannya di tempat tidur.  Kelelahan setelah bekerja seharian, sang raja juga tertidur.
Pagi berikutnya, ketika sang raja bangun, ia menyadari bahwa laki-laki itu sedang memandangnya.  “Maafkan aku,” ia memohon kepada sang raja.
“Saya tidak mengenal kamu,” sang raja menjawab.  “Saya tidak punya alasan untuk perlu memaafkanmu.”
Kemudian laki-laki itu mengaku, ”Saya sudah berjanji untuk membalas deNdam kepadamu karena kamu telah menghukum mati kakakku, dan aku mengikutimu ke sini, ke rumah sang pertapa, berusaha untuk membunuhmu.  Ketika anda sudah lama tidak kembali, saya keluar dari tempat persembunyian saya, dan tertangkap oleh pengawal anda yang mengenali saya dan kemudian menyerang saya.  Saya berencana untuk kabur, tapi saya akan mati kehabisan darah jika anda tidak merawat saya. Mulai sekarang, saya akan menjadi pelayan anda yang setia.  Maafkan saya.”
Kemudian sang raja memaafkan laki-laki itu dan berjanji untuk merawatnya sampai ia benar-benar sembuh.  Ia meninggalkan laki-laki itu dan kembali menemui sang pertapa yang sedang mencangkul kebunnya lagi sama seperti hari sebelumnya. “Untuk yag terakhir kalinya,” ia memohon, ”akankah anda menjawab dua pertanyaan saya?  Kalau tidak saya akan pergi dari sini.”
“Tetapi kamu sudah mendapatkan jawabannya,” jawab sang pertapa.
“Saya tidak mengerti,” kata sang raja dengan pedas.
“Kemarin,” sang pertapa menjelaskan, ”kamu merasa iba melihat aku kelelahan dan kau tinggal untuk membantuku mencangkul kebun.  Kalau kau langsung pulang ke rumah, teman kita ini sudah menyerangmu.  Jadi tugas yang paling penting adalah menunjukkan rasa pengertian. Kemudian pada saat laki-laki itu muncul di sini, itulah waktu untuk merawat dan membalut lukanya.  Jika kamu tidak melakukannya, ia pasti sudah mati dan tidak akan pernah berdamai denganmu.  Pada waktu itu ia adalah orang yang paling penting dan merawatnya adalah tugasmu yang terpenting.”
Jadi jawaban dari pertanyaanmu adalah : Hanya ada satu saja waktu yang paling penting yaitu “sekarang”.  Dan orang yang paling penting adalah seseorang yang ada di sekitar kita sekarang.  Tuhan memberikan kepada kita satu kesempatan dalam satu waktu.  Orang yang bersama kita sekarang dan tugas yang ada di depan kita selalu menjadi yang paling penting daripada masa lalu ataupun masa yang akan datang.  Masa lalu sudah tiada.  Masa depan mungkin tidak akan terjadi.  Saat inilah satu-satunya kenyataan.

NN

No comments:

Post a Comment