Thursday, January 24, 2013

POHON ABADI


Pada jaman dahulu kala, adalah sebatang pohon kecil yang tumbuh di sebuah hutan. Ketika pohon kecil itu tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih kuat, ia mulai memperhatikan langit yang membentang luas di atas kepalanya. Ia memperhatikan awan-awan putih yang berlarian di langit, seperti sedang dalam perjalanan hebat. Ia melihat burung-burung yang terbang berputar-putar di atas kepalanya.

Langit luas, awan-awan, burung-burung yang terbang – mereka semua terlihat seperti sedang berbicara tentang dunia keabadian. Semakin ia tumbuh, ia makin memperhatikan hal-hal abadi tersebut, dan ia semakin ingin untuk hidup abadi.

Suatu hari, seorang penebang kayu berjalan di dekat pohon kecil itu. Penebang kayu tersebut adalah orang yang baik, dan ia merasakan bahwa pohon kecil itu tidak sepenuhnya bahagia. “Ada masalah apa, pohon kecil?” tanyanya. “Apakah yang mengganggu jiwamu?”

Pohon kecil ragu-ragu, dan kemudian memberitahu penebang kayu tentang keinginannya yang paling mendalam di hatinya. “Aku ingin sekali hidup abadi”

“Mungkin saja kau bisa” jawab sang penebang kayu. “Mungkin saja kau bisa”

Setelah beberapa lama, dan sekali lagi sang penebang kayu berjalan di dekat pohon kecil, yang sekarang telah tumbuh menjadi besar dan kuat.

“Apakah engkau tetap ingin untuk hidup abadi?” tanyanya pada pohon itu.

“Oh, tentu saja, aku mau, aku mau!”jawab pohon itu berulang-ulang.

“Aku rasa aku dapat membantumu, tetapi pertama-tama kau harus mengijinkanku untuk menebangmu.”

Pohon itu terperajat: “Aku ingin hidup abadi. Dan sekarang kau bilang kau akan membunuhku?”

“Aku tahu” sahut penebang kayu “Itu memang kedengarannya gila. Tapi jika kau bisa mempercayaiku, aku janji keinginanmu yang paling mendalam akan terpenuhi.

Setelah berpikir dengan keras, pohon itu memberikan ijinnya. Penebang kayu kembali dengan kapaknya yang tajam dan runcing. Pohon itu roboh. Kehidupannya mengalir jauh dan hilang di dasar hutan. Kayu yang lunak dibelah menjadi kepingan-kepingan. Kepingan-kepingan tersebut dibuat, dibentuk, dan dihaluskan di dalam lapisan pernis. Pohon itu berteriak dalam diam dan kesedihan yang mendalam, tetapi tidak ada yang dapat diubah. Ia menyerahkan dirinya kepada pembuat biola, semua mimpi tentang keabadian hilang dalam penderitaan.

Dalam beberapa tahun, biola tersebut terbaring diam. Kadangkala, ia teringat tentang hari-hari yang lebih baik, ketika ia tumbuh menjadi pohon besar. Betapa kejinya kejahatan yang telah terjadi, menyerahkan dirinya kepada kapak sang penebang kayu. Bagaimana ia bisa sebegitu naifnya percaya bahwa hal ini dapat membuatnya hidup abadi?!

Tetapi hari itu tiba – saat yang paling benar dan sempurna – ketika biola itu dengan lembut diangkatdari dalam kotaknya dan diusap sekali lagi dengan tangan lembut. Ia menahan nafasnya dalam ketidak percayaan. Ia gemetar ketika busur dengan halus melewati dadanya. Dan getaran itu berubah menjadi suara yang alami yang mengingatkannya bagaimana ketika angin berdesir melalui daun-daunnya, bagaimana awan-awan berlarian menuju keabadian, bagaimana burung-burung terbang berputar di atas kepalanya, membentuk lingkaran abadi di langit yang biru.

Suara yang alami. Catatan alami. Musik tentang Keabadian.

“Kayuku telah berubah menjadi musik!” seru sang pohon, di dalam hatinya. “Sang penebang kayu itu benar.”

Dan musik itu diperdengarkan terus, dari hati ke hati, menuju semua sampai akhir, ketika semua hati telah melanjutkan perjalanan pulangnya, ia melaju menuju gerbang keabadian, dimana sang pohon kecil berubah menjadi Pohon Keabadian.

 

Margaret Silf

No comments:

Post a Comment